Tarbiyah bukanlah segala-galanya, namun tanpa tarbiyah segalanya tak akan terwujud (DR. Ali Abdul Hakim Mahmud)

Tuesday, June 28, 2011

10 Cara Menyambut Ramadhan

Oleh : Musyaffa’ Ahmad Rahim, Lc.

1. Memperbanyak doa agar :

  • Allah SWT memberi kesempatan kita untuk bertemu Ramadhan.
  • Saat bertemu Ramadhan kita dalam keadaan sehat wal ‘afiat.
  • Kita bersemangat dalam mengisi Ramadhan dengan berbagai amal shalih.
  • Kita dihindarkan dari berbagai hal yang akan mengganggu upay a optimalisasi Ramadhan.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- bahwasanya Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- semenjak memasuki bulan Rajab mengucapkan doa :
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ (حديث ضعيف رواه أحمد والطبراني).
Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan umur kami di bulan Ramadhan”. (Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thabarani, tapi sanadnya dho’if).

Dan saat beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- melihat munculnya hilal yang menjadi pertanda awal bulan, beliau berdo’a:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ : قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَالإِيمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَمِ وَالتَّوْفِيقِ لِمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ (رواه أحمد والدارمي واللفظ له، ورواه أيضا ابن حبان وصححه)
Dari Ibnu Umar -radhiyallahu ‘anhu- ia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- jika melihat hilal beliau bersabda: “Allah Maha Besar, ya Allah, jadikanlah hilal ini hilal yang membawa keamanan dan keimanan, keselamatan dan Islam, serta taufiq kepada segala hal yang dicintai dan diridhai Tuhan kami, Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah”. (H.R. Ahmad dan Ad-Darimi, redaksi yang dipergunakan adalah redaksinya, juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan dinilai shahih olehnya).

Diriwayatkan juga bahwa saat Ramadhan tiba, beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berdo’a:
اَللَّهُمَّ: سَلِّمْنِيْ لِرَمَضَانَ وَسَلِّمْ رَمَضَانَ لِيْ وَسَلِّمْهُ لِيْ مُتَقَبَّلاً. (رواه الطبراني في الدعاء والديلمي)
Ya Allah, selamatkan saya untuk Ramadhan dan selamatkan Ramadhan untukku dan selamatkan dia sebagai amal yang diterima untukku (H.R Ath-Thabarani dan Ad-Dailami).
Setelah kita berdoa dan doa kita dikabulkan Allah SWT, hendaklah kita istiqamah (konsisten) dengan apa yang kita minta serta tidak mengikuti jalan orang-orang yang tidak berilmu, sebagaimana tersebut dalam cerita nabi Musa dan Harun -‘alaihima al-salam-. Allah SWT menceritakan kejadian itu dalam firman-Nya:
قَالَ قَدْ أُجِيْبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيْمَا وَلاَ تَتَّبِعَانِّ سَبْيْلَ الَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ (يونس : 89)
Allah berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui”. Q.S. Yunus: 89).
2. Memperbanyak pujian dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberi kesempatan kepada kita untuk bertemu Ramadhan.
Imam Nawawi berkata: “Disunnatkan bagi siapa saja yang mendapat kenikmatan baru yang tampak jelas atau bagi yang terhindar dari cobaan yang tampak jelas untuk melakukan sujud syukur atau memperbanyak pujian kepada Allah”.
Dan merupakan kenikmatan terbesar saat kita mendapatkan taufiq untuk melakukan ketaatan, dan saat kita memasuki Ramadhan dalam keadaan sehat wal afiat adalah sebuah kenikmatan besar yang patut kita ekspressikan dengan memperbanyak pujian dan rasa syukur kepada Allah SWT.
3. Bergembira dan ceria atas kedatangan Ramadhan.
Tersebut dalam hadits bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menyampaikan berita gembira kepada para sahabat tentang kedatangan bulan Ramadhan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ -رضي الله عنه- قَالَ : لَمَّا حَضَرَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا قَدْ حُرِمَ (رواه أحمد)
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- ia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- saat Ramadhan tiba bersabda: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan,  Allah telah wajibkan atas kalian puasa di siang harinya, pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan syetan-syetan dibelenggu, pada bulan ini ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang terhalang dari kebaikannya berarti ia telah benar-benar terhalang (H.R. Ahmad).
Begitu juga para salafush-shalih, mereka menampakkan ekspresi kegembiraan yang berlebih bila bulan Ramadhan riba.
4. Menyusun perencaan yang baik untuk optimalisasi Ramadhan.
Banyak orang menyusun rencana matang dan rinci untuk urusan dunianya, namun, sering sekali lupa menyusun rencana yang baik untuk akhiratnya. Ini pertanda bahwa mereka belum memahami dengan baik missi hidupnya. Karenanya, banyak peluang kebaikan luput dari mereka. Mengingat Ramadhan banyak menjanjikan berbagai kebaikan, sudah selayaknya bila seorang muslim memiliki rencana yang matang dalam hal ini. Buku pendek yang ada di tangan anda ini semoga bisa membantu dalam hal ini.
5. Tekad yang sungguh-sungguh untuk optimalisasi Ramadhan, mengisi waktu-waktunya dengan berbagai amal shalih.
Siapa yang berazam dengan sesungguhnya kepada Allah SWT niscaya Dia akan sungguh-sungguh pula dalam merealisasikan tekadnya serta memberi pertolongan kepadanya untuk berbuat taat dan memudahkan berbagai jalan kebaikan. Allah SWT berfirman:
فَإِذَا عَزَمَ اْلأَمْرُ فَلَوْ صَدَقُوْا الله لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ  (محمد : 21)
Tetapi jika mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. (Q.S. Muhammad: 21)
6. Ilmu dan pemahaman yang baik terhadap hukum-hukum Ramadhan.
Adalah kewajiban setiap mukmin untuk beribadah kepada Alalh SWT atas dasar ilmu dan pemahaman, dan tidak ada alasan untuk tidak mengetahui kwajiban-kewajiban yang telah Allah SWT fardhukan atas hamba-hamba-Nya. Termasuk dalam hal ini adalah puasa Ramadhan. Karenanya, seyogyanya setiap muslim mengetahui masalah-masalah puasa dan hukum-hukumnya sebelum bulan puasa itu datang, agar puasa yang dia lakukan menjadi sah dan diterima di sisi Allah SWT. Allah SWT berfirman:
فَاسْأَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ (الأنبياء : 7)
Maka bertanyalah kepada ahli dzikir jika kalian tidak mengetahui (Q.S. Al-Anbiya’: 7).
7. Tekad yang kuat untuk meninggalkan dosa dan keburukan, serta taubat yang benar dari segala kemaksiatan, mencabut diri darinya serta tidak akan kembali kepadanya, sebab bulan Ramadhan adalah syahrut-taubah (bulan taubat), oleh karena itu, siapa saja yang tidak bertaubat pada bulan ini, kapan lagi ia akan bertaubat?
وَتُوْبُوْا إِلَى اللهِ جَمِيْعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ (النور : 31)
Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung (Q.S. An-Nur: 31).
8. Pengkondisian jiwa dan ruhani melalui bacaan, telaah kitab dan buku, mendengar kaset Islami yang berisi ceramah atau pelajaran yang menjelaskan keutamaan-keutaam puasa dan hukum-hukumnya agar jiwa menjadi kondusif untuk taat. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyiapkan jiwa dan spirit para sahabat untuk optimalisasi Ramadhan pada akhir bulan Sya’ban. Beliau bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ … الحديث (رواه أحمد والنسائي)
Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan … (H.R. Ahmad dan Nasa-i).
9. Persiapan dan perencaan yang baik untuk melakukan dakwah, melalui:

  1. Menyiapkan bahan-bahan ceramah yang baik untuk disampaikan dalam kesempatan-kesempatan kultum yang ada.
  2. Membagikan buku-buku mau’izhah, dan fiqih terkait dengan Ramadhan.
  3. Menyiapkan hadiah Ramadhan. Bisa saja isinya berupa buku, kaset dan semacamnya, lalu dikemas khusus dengan label: “Bingkisan Ramadhan”.
  4. Mengingatkan kepada orang-orang yang memiliki kecukupan untuk memperhatikan fakir miskin, memperbanyak sedekah dan menunaikan zakat.
10. Menyambut Ramadhan dengan membuka lembaran putih bersama:
  1. Allah SWT dengan cara bertaubat dengan sesungguhnya.
  2. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan cara taat kepadanya dalam hal yang ia perintahkan dan meninggalkan segala yang dicegah dan dilarang.
  3. Kedua orang tua, istri/suami, anak-anak, kerabat, sanak famili, handai tolan dan semacamnya.
  4. Masyarakat tempat ia bertempat tinggal agar menjadi hamba yang shalih dan bermanfaat. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
أَفْضَلُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Seutama-utama manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”


Monday, April 18, 2011

Aku Tidak Akan Kembali

BELUM pernah Hisyam bin Yahya menemukan seseorang seperti Said bin Harits. Said adalah satu dari sekian banyak orang yang ikut berjihad ke negeri Rum—pada tahun 88 H. Pemuda itu kuat beribadah: puasa tiap hari, dan malamnya bangun salat malam. Jika sedang berjalan-jalan, ia membaca Alquran, dan bila sedang berdiam diri di kemah, ia membaca dzikir.

Tepat tengah malam, ketika rombongan itu sangat khawatir dari serangan musuh, Hisyam dan Said sama-sama berjaga. Malam itu memang giliran mereka. Pada waktu itu, benteng musuh telah terkurung. Ketika semalaman dilihatnya Said bin Harits beribadah, maka Hisyam pun menasihatinya, “Engkau harus mengistirahatkan badanmu. Sebab itu hak badanmu.”

Mendengar kata-kata itu, Said malah menangis. Ia menjawab, “Ini hanya beberapa nafas yang dapat dihitung dan umur yang akan habis serta hari akan segera berlalu. Sedang aku hanya menantikan maut dan berlomba menghadapi keluarnya ruh.”

Sungguh, Hisyam bin Yahya merasa sangat pilu. Ia tahu benar pemuda di hadapannya ini tak pernah berhenti melakukan hal-hal kebaikan. Bagi diri dan umatnya. Maka dengan hati yang pilu, ia berkata lagi, “Aku bersumpah dengan nama Allah. Masuklah engkau ke dalam kemah untuk istirahat.”

Maka Said pun masuk dan tidur. Sedang Hisyam duduk di luar kemah. Tiba-tiba Hisyam mendengar suara dalam kemah. Padahal selain Said, tiada orang lagi. Ketika Hisyam melihat ke dalam kemah, Said berkata, “Aku tidak suka kembali.”

Ia mengulurkan tangan kanannya. Dan ia melompat bangun dari tidurnya. Hisyam tidak bisa menyembunyikan keheranannya. Ia segera mendekap pemuda itu sambil mendekapnya. “Ada apakah? Kenapa kau berkata begitu?” tanya Hisyam.

“Aku tidak akan memberitahukannya padamu,” jawab Said.

Hisyam bersumpah dengan nama Allah supaya Said memberitahukan hal itu padaanya. Said malah balik bertanya, “Apakah engkau berjanji tidak akan membuka rahasia itu selama hidupku?”

“Baiklah.”

Said menarik nafas. Sejurus kemudian, ia berkata, “Aku bermimpi, seolah telah tiba hari kiamat. Semua orang telah keluar menunggu panggilan Allah. Dalam keadaan itu tiba-tiba ada dua orang menghampiriku. Tiada orang yang sebagus kedua orang itu. Mereka menyalamiku dan mereka berkata kepadaku:

“Terimalah kabar baik. Allah telah mengampuni dosamu dan memuji usahamu. Allah menerima amal baik dan doamu. Karena itu, marilah pergi untuk kami perlihatkan kepadamu nikmat yang tersedia untukmu.”

Lalu, keduanya membawaku keluar dari tempat itu. Mereka menyediakan kuda yang tidak serupa dengan kuda-kuda yang ada di dunia, sebab larinya bagaikan kilat atau angin yang kencang. Dan akupun mengendarainya, sehingga sampai di gedung yang tinggi dan besar. Gedung itu tidak dapat dijangkau oleh penglihatan mata, seakan-akan terbuat dari perak yang berkilatan. Ketika aku sampai di muka pintu, tiba-tiba pintu terbuka sebelum diketuk, lalu aku masuk dan melihat segala sesuatu yang tidak dapat disifatkan dan tergerak dalam hati. Dan bidadari-bidadari serta pelayan-pelayan sebanyak bintang di langit. Dan ketika mereka melihat aku, mereka bernyanyi-nyanyi dengan berbagai nyanyian. Seorang dari mereka berkata, “Itu kekasih Allah telah tiba, ucapkanlah selamat datang kepadanya.”

Sampai di situ, Said menghentikan ceritanya sejenak. Hisyam mendengarkan dengan saksama. Said pun melanjutkan, “Lalu aku berjalan hingga sampailah di ruangan tidur terbuat dari emas bertaburan permata, diliputi dengan kursi emas. Tiap-tiap kursi ada gadis yang tidak dapat disifatkan oleh manusia kecantikannya, dan di tengah-tengah mereka ada yang tinggi dan tercantik. Kedua orang yang membawaku berkata, ‘Itu keluargamu dan ini tempatmu.’ Kemudian mereka meninggalkannku. Lalu gadis-gadis itu datang kepadaku memberi sambutan dan mereka mendudukkan aku di tengah, di samping gadis yang cantik sambil berkata, ‘Itu istrimu.’

Aku bertanya kepadanya, "Dimanakah aku ketika itu?"

Dan ia menjawab, "Engkau di Jannatul Ma’wa".

Lalu aku bertanya "siapa dia?"

Ternyata ia adalah istriku yang kekal. Lalu aku ulurkan tanganku kepadanya, tetapi ditolak dengan halus sambil berkata, ‘Kini kamu harus kembali ke dunia dan tinggal tiga hari’. Nah, aku tidak suka itu. Hingga aku berkata, ‘Aku tidak suka kembali,” Said mengakhiri ceritanya.

Mendengar cerita itu, Hisyam tidak dapat menahan air mata. “Beruntung kau Said. Allah telah memperlihatkan pahala amal baikmu.”

Said malah bertanya, “Apakah ada orang lain yang melihat kejadian ini?”
“Tidak.”
Lalu ia berkata, “Tutuplah hal ini selama hidupku.”

Said berwudhu dan berminyak harum. Ia lalu mengambil senjatanya dan menuju ke medan perang sambil berpuasa. Hisyam tak hentinya mengagumi pemuda itu. Orang-orang banyak menceritakan kehebatan perjuangannya, belum pernah mereka melihat perjuangan sedemikian. Ia meletakkan dirinya dalam serangan musuh, dan mengatasinya.

Pada hari kedua, ia bertempur lebih hebat. Pada waktu malam, Said tetap melaksanakan salat dan bangun pagi untuk kembali maju ke medan perang. Pemuda itu tak hentinya menerapkan apa yang ia kerjakan malam dan siang hari. Sepanjang hari itu ia bertempur terus-menerus. Hingga tepat matahari terbenam, tibalah sebuah panah mengenai lehernya. Jatuhlah ia sebagai syahid. Hisyam tetap memperhatikannya, sedang orang-orang mengangkatnya.

“Bahagialah engkau, berbuka malam ini. Sekiranya aku bersamamu,” ujar Hisyam. Said mengginggit bibirnya sambil tersenyum, “Alhamdulillaahilladzi sadaqana wa’dahu,” kemudian dia mengingal dunia.

Saat itu, Hisyam berkata kepada orang-orang. “Hai sekalian orang, seperti inilah kita harus berlomba-lomba.”
Orang-orang pun semakin tahu bahwa Said telah mengorbankan waktu dan hidupnya untuk dakwah. Untuk sebuah perjuangan. Tidak ada istilah rugi untuknya. Ia berjuang untuk Allah. Walaupun harus berdarah-darah. Setiap malam, ia khusyuk bermunajat kepada Allah terus mendekatkan diri, meningkatkan kemampuan dan kekuatan dirinya. Siang, ia bertempur menghadapi musuh. Sepanjang malam, orang hanya menceritakan keadaan itu saja. (Saad Saefullah)

Tuesday, February 8, 2011

Ketulusan dalam Beragama

Agama (ad-din) pada dasarnya mengandung makna kepatuhan manusia secara total kepada Allah SWT. Agama dalam pengertian ini tidak dapat dicapai tanpa sifat ikhlas, yaitu sikap penyerahan diri sepenuh-penuhnya kepada Tuhan tanpa disertai pertimbangan dan motif-motif lain yang bersifat duniawi. Inilah makna firman Allah, ''Mereka tidak disuruh kecuali supaya mereka menyembah Allah dengan memurnikan kepatuhan kepada-Nya dalam beragama.'' (Al-Bayyinah: 5).

Dari sudut kebahasaan, perkataan Arab ikhlash berakar dari kata khalish, berarti murni, tidak bercampur dengan noda atau yang kotor, seperti susu murni dalam perut sapi yang tidak bercampur dengan darah dan kotoran. Allah berfirman, ''Kami memberi minum dari apa yang ada dalam perutnya berupa susu yang bersih antara tahi dan darah yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.'' (Al-Nahl: 66).

Menurut sebagian pakar, ikhlas bermakna shafa' (bening), dari perkataan shafa 'al-qalb (beningnya hati) lantaran orang ikhlas adalah orang yang hatinya bening atau bersih. Menurut Imam Ghazali, ikhlas bermakna shidq-u al-niyyah fi al-'amal (niat yang benar dalam bekerja atau beribadah). Ini berarti, setiap amal dan kebaikan haruslah dilakukan karena Allah SWT.

Tanpa ketulusan, maka semua kebaikan yang kita lakukan, selain tidak sejati, juga terancam penyakit hati yang sangat berbahaya, yaitu riya' (pamrih) dan syirik. Orang yang tulus pada hakikatnya adalah orang yang diselamatkan oleh Allah dari dua penyakit itu: riya' dan syirik. Dalam konteks inilah Ghazali berkata, ''Semua manusia celaka, kecuali orang-orang yang berilmu. Para ilmuwan inipun celaka, kecuali mereka yang mengamalkan ilmunya. Dan yang disebutkan terakhir inipun celaka, kecuali mereka yang tulus ikhlas.''

Berbeda dengan manusia pada umumnya, orang yang tulus memiliki ciri-ciri yang khas. Pertama, mereka tidak terpengaruh oleh pujian dan cercaan manusia. Bagi mereka pujian atau cercaan sama saja. Oleh sebab itu, orang yang masih suka dipuja dan takut dicerca, pastilah ia bukan tipe orang yang ikhlas.

Kedua, mereka tidak berharap imbalan apa pun (pamrih) dari amal kebaikan yang mereka lakukan, selain mengharap perkenan dan ridha Tuhan. Dari sini diketahui bahwa orang yang bekerja dan beribadah karena motif-motif dan kepentingan duniawi, seperti mencari muka dan popularitas, serta demi pangkat dan kedudukan, maka ia sama sekali bukan orang ikhlas. Dalam hadis Bukhari diterangkan bahwa orang semacam itu akan menyesal dan nelangsa, lantaran tidak memperoleh kebaikan apa pun di akhirat kelak.

Ketiga, mereka lupa dan tidak ingat lagi semua kebaikan yang pernah dilakukan. Orang yang selalu menuturkan kebaikannya apalagi disertai cercaan (al-mannu wa al-adza) kepada orang yang pernah diberinya bantuan, sungguh ia jauh dari orang ikhlas. Sabda Nabi SAW yang menyuruh agar kita memberi sedekah secara diam-diam, jauh dari gembar-gembor, ibarat tangan kanan memberi, tapi tangan kiri tidak mengetahuinya, tentulah hanya bisa dimengerti dalam konteks ikhlas ini. Semoga kita ikhlas beramal, bukan beramal seikhlasnya! Wallahu a'lam.(replubika)

Monday, December 13, 2010

Membaca

Allah SWT berfirman, ''Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.'' (QS Al-Alaq: 1-5).

Iqra, perintah membaca ini sedemikian pentingnya sehingga diulang dua kali dalam rangkaian wahyu pertama. Mungkin kita merasa heran ketika melihat bahwa perintah membaca ini ditujukan pertama kali kepada seseorang yang tidak pernah membaca suatu kitab apa pun sebelum turunnya Alquran (QS 29: 48), bahkan ia tidak pandai membaca suatu tulisan sampai akhir hayatnya (QS 7:157).

Namun, ada dua hal yang menyebabkan kita tidak lagi merasa heran. Pertama, arti iqra itu sendiri. Iqra yang diartikan dengan bacalah ini diambil dari kata qira'atan yang arti asalnya menghimpun. Sehingga, dari arti asal ini dapat dipahami bahwa perintah membaca tersebut tidak mengharuskan adanya teks tertulis yang dibaca, tidak pula harus diucapkan hingga terdengar oleh orang lain.

Kedua, sasaran perintah membaca ini tidak hanya ditujukan kepada pribadi Nabi Muhammad SAW semata-mata, tetapi juga untuk umat manusia sepanjang sejarah kemanusiaan, karena realisasi perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi. ''Siapa saja yang menginginkan sukses di dunia, maka raihlah dengan ilmu. Siapa saja yang menginginkan sukses di akhirat, maka raihlah dengan ilmu. Dan siapa saja yang menginginkan sukses di dunia dan di akhirat, maka raihlah keduanya dengan ilmu,'' demikian sabda Rasulullah SAW.

Perintah membaca ini merupakan perintah yang paling berharga yang diberikan kepada umat manusia. Sebab, membaca merupakan jalan yang akan mengantarkan manusia mencapai derajat kemanusiaan yang sempurna. Sehingga, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban yang mulia, yang sesuai dengan fitrah manusia. Allah SWT berfirman, ''Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.'' (QS Al-Mujadalah: 11).

Dengan demikian, membaca merupakan syarat pertama dan utama bagi keberhasilan manusia. Sehingga, tidaklah mengherankan jika membaca menjadi tuntunan pertama yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia. Namun, sangat disayangkan, mayoritas umat Islam yang terkait langsung dengan perintah ini masih rendah dalam merealisasikannya, sehingga umat Islam menjadi umat pengekor. Dalam beberapa bidang mereka jauh tertinggal dibanding umat-umat yang lain.

Agar menyadari pentingnya membaca, ada baiknya kita merenungi pernyataan sosiolog Muslim terkenal, Ibnu Khaldun, ''Yang kalah cenderung mengekor yang menang dari segi pakaian, kendaraan, dan bentuk senjata yang dipakai. Bahkan, cenderung meniru dalam setiap cara hidup mereka.'' Wallahu a'lam bish-shawab.

sumber : republika

Struktur Organisasi 2010-2011


Ketum                         : Feby Ardiansyah                  (PDU ’09)
Wakil Ketua               : Edi Irawan                            (PSIK ’08)
Sekum                         : Hafiz Hari Nugraha (PDU ’09)
Korwat                        : Vivi Kurnia                           (PDU ’09)
Bendum                      : Lathifah Alfi Rahmani         (PDU ’09)  

Departemen dan Biro
A.     Dept. Kaderisasi
      Kepala                        : M. Dani Hamid Arma (PDU ’08)
      Anggota                      :
      Ikhwan :
1.       M. Septiady                (PSKG ’08)
2.      Agusdianto                   (PDU ’09)
3.      Singgih Refian   (PDU ’08)
4.      Abdul Hakim                (PDU ’09)
5.      Ridho   Fajri                 (PDU nonreg ’09)
6.      Aditya Nugroho            (PDU nonreg ’09)

      Akhwat :
    1. Rika Maulida                            (PDU ’09)*
    2. Riana Sriwijayanti                     (PDU ’09)
    3. Anita Permatasari                     (PDU ’09)
    4. Darmawati Sahafi                     (PDU ’08)
    5. Vera Kurnia                             (PDU ,08)
    6. Nia Wahyuni                            (PDU ’08)
    7. Suci Kurnia Wati                      (PSIK ’09)
    8. Puji Sumanti                             (PSIK ’09)
    9. Dwi Surista Verawati                (PSKG ’08)
    10. Nurul Izzati                               (PSKG ’08)

                                                                                      * Koordinator Akhwat


  1. Dept. Syiar
      Koordinator                : Rizky Felani (PDU ’09)
      Anggota                      :

Ikhwan :
1.       Agus Mahendra                                         (PDU ’09)
2.      Wahab Abadi                                             (PDU nonreg ’09)
3.      Rangga Roufa                                             (PDU ’09)
4.      Candra Hadi                                               (PDU ’09)
5.      Firmansyah                                     (PSIK ’09)
6.      Viko                                                           (PDU nonreg ’08)

Akhwat :
1.      Vivi kurnia                                      (PDU ‘09)*
2.      Enggar Sari                                     (PDU ‘09)
3.      Lia Purnasari                                              (PDU ‘09)
4.      Tristina                                                       (PDU ‘08)
5.      Rodiah Sefrina                                            (PDU ‘08)
6.      Rina Ahlawati                                             (PDU ‘08)
7.      Rismalia                                                      (PSIK ’09)
8.      Ade Trisna                                                 (PSIK ’09)
9.      Masrida Rangkuti                                       (PSIK ’09)
10.  Ayu Purnamasari                                        (PSKG ’09)    
11.  Tengku Nurhasana                          (PSKG ’09)        * Koordinator Akhwat

  1. Dept. Infokom
Koordinator          : Khoti Muliya Damiyati       (PDU ‘09) *
Anggota                :
1.      Zinda Nurul Hafiz                                             (PDU ‘09)
2.      Irbasmantini Syaiful                                           (PDU ‘09)
3.      Wiwin Meiriana                                                (PDU ‘08)
4.      Susi Susanti                                                      (PDU ‘08)
5.      Alfi                                                                   (PDU ‘08)
6.      Rina Septiana                                                   (PSIK ’09)


  1. Dept. Ramush
      Koordinator                : Rizky Annabil          (PDU ’09)
      Anggota                      :

Ikhwan :
1.      Engki Aditya                                               (PDU ’09)
2.      Rahmat Fajri                                               (PDU ’09)
3.      Leoandri                                                     (PDU ’09)

Akhwat :
1.       Adilla Mega Sari                                        (PDU ’09) *
2.      Astri Rizky Andini                           (PDU ’09)
3.      Komariah                                                   (PDU ’08)
4.      Anita Refera                                               (PDU ’08)
* Koordinator Akhwat

  1. Dept. Keputrian
      Koordinator                : Weni Oktalisa                      (PDU ’09) *
Anggota :
1.      Eka Mayasari                                                         (PDU ’09)
2.      Rizka Amelia                                                          (PDU ’09)
3.      Desi Oktariana                                                       (PDU’08)
4.      Kiki Amelia                                                            (PDU’08)
5.      Reni Anggreini                                                        (PDU’08)
6.      Ayu Herlita                                                 (PSIK ’09)
7.      Piwin Inggara                                                          (PSIK ’09)
8.      Delvi Sintia Reni                                                     (PSKG ’09)
9.      Fitriah                                                                     (PSKG ’09)                


  1. Biro Pusdatin 
      Koordinator                : Kunni Mardiah        (PDU’09) *
Anggota :
    1. Vera Oktapiani                         (PDU ’09)
    2. Yayuk Suzena                                      (PDU ’08)
    3. Astika                                                  (PDU ’08)

  1. Biro Danus
      Koordinator                : Idha Yulfiwanti         (PDU’08)
            Anggota :

1.   Nurul Sari                                                   (PDU ’08)
7.      Etika Rahmi                                                (PDU ’08)
8.      Tanti                                                           (PDU ’09)
9.      Rizky Amalia Rahma                                   (PDU ’09) *
10.  Liska Nur Fitria                                          (PDU ’09)

Thursday, December 9, 2010

Keutamaan Muharam

Ibnu Rajab al-Hambali mengatakan, Muharam disebut dengan syahrullah (bulanAllah) memiliki dua hikmah. Pertama, untuk menunjukkan keutamaan dan kemuliaan bulan Muharam. Kedua, untuk menunjukkan otoritas Allah dalam mengharamkan bulan Muharam.Pengharaman bulan ini untuk perang adalah mutlak hak Allah saja, tidak seorangpun selain-Nya berhak mengubah keharaman dan kemuliaan bulan Muharam.
Di samping itu, bulan Muharam juga memiliki banyak keutamaan. Salah satunya adalah sebagaimana sabda Rasulullah saw. di atas, "Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Muharam, sedang salat yang paling afdal sesudah salat fardu adalah salat malam." (HR Muslim).
Puasa pada bulan Muharam yang sangat dianjurkan adalah pada hari yang kesepuluh, yaitu yang lebih dikenal dengan istilah 'aasyuura. Aisyah—semoga Allah meridainya--pernah ditanya tentang puasa 'aasyuura, ia menjawab, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah saw. puasa pada suatu hari yang beliau betul-betul mengharapkan fadilah pada hari itu atas hari-hari lainnya, kecuali puasa pada hari kesepuluh Muharam." (HR Muslim).
Pada zaman Rasulullah, orang Yahudi juga mengerjakan puasa pada hari 'aasyuura. Mereka mewarisi hal itu dari Nabi Musa. Dari Ibnu Abbas r.a., ketika Rasulullah saw. tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa. Rasulullah saw. bertanya, "Hari apa ini? Mengapa kalian berpuasa?" Mereka menjawab, "Ini hari yang agung, hari ketika Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya serta menenggelamkan Fir'aun. Maka Musa berpuasa sebagai tanda syukur, maka kami pun berpuasa." Rasulullah saw. bersabda, "Kami orang Islam lebih berhak dan lebih utama untuk menghormati Nabi Musa daripada kalian." Abu Qatadah berkata, Rasulullah saw. Bersabda, "Puasa 'aasyuura menghapus dosa satu tahun, sedang puasa arafah menghapus dosa dua tahun." (HR Muslim, Tirmizi, Abu Daud). Pada awalnya, puasa 'aasyuura hukumnya wajib. Namun, setelah turun perintah puasa Ramadan, hukumnya menjadi sunah. Aisyah r.a. berkata, "Rasulullah saw. memerintahkan untuk puasa 'aasyuura sebelum turunnya perintah puasa Ramadan. Ketika puasa Ramadan diperintahkan, siapa yang ingin boleh puasa 'aasyuura dan yang tidak ingin boleh tidak berpuasa 'aasyuura." (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi). Ibnu Abbas r.a. menyebutkan, Rasulullah saw. melakukan puasa 'aasyuura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk berpuasa. Para sahabat berkata, "Ini adalah hari yang dimuliakan orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw. bersabda, "Tahun depan insya Allah kita juga akan berpuasa pada tanggal sembilan Muharam." Namun, pada tahun berikutnya Rasulullah telah wafat. (HR Muslim, Abu Daud). Berdasar pada hadis ini, disunahkan bagi umat Islam untuk juga berpuasa pada tanggal sembilan Muharam. Sebagian ulama mengatakan,sebaiknya puasa selama tiga hari: 9, 10, 11 Muharam. Ibnu Abbas r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Puasalah pada hari 'aasyuura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Puasalah sehari sebelum 'asyuura dan sehari sesudahnya." (HR Ahmad). Ibnu Sirrin melaksanakan hal ini dengan alasan kehati-hatian. Karena, boleh jadi manusia salah dalam menetapkan masuknya satu Muharam. Boleh jadi yang kita kira tanggal sembilan, namun sebenarnya sudah tanggal sepuluh. (Majmuu' Syarhul Muhadzdzab VI/406) . Wallahu a'lam.

sumber : alislam.or.id